
Autism Spectrum Disorder (ASD)
Beberapa sindrom lain yang juga merupakan bentuk autisme yang berbeda – beda yang termasuk kedalam spektrum ASD adalah:
1. Sindrom Asperger
Jenis spektrum autisme ini terlihat normal dan biasa seperti anak lain pada umumnya, dan sering disebutkan sebagai Hing Functioning Autism alias penderita autisme yang dapat berfungsi tinggi dalam kehidupan sehari – harinya. Anak yang memiliki sindrom Asperger juga memiliki inteligensi baik, berbeda dengan anak autis lainnya yang kebanyakan memiliki IQ rendah walaupun tidak mengalami retardasi mental. Anak – anak dengan asperger juga tidak memiliki masalah dengan perkembangan bahasanya.
Akan tetapi, anak – anak dengan sindrom asperger juga memiliki masalah dengan interaksi sosial, dan hal ini terlihat dari kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara sosial, juga memiliki keterbatasan aktifitas dan perilaku. Selain itu, ada juga kesulitan dalam berkomunikasi non verbal, kontak mata yang tidak terlihat secara normal, sering menampakkan ekspresi wajah yang datar, dan jarang dapat berkomunikasi dengan teman sebayanya. Juga ada kecenderungan untuk membicarakan satu topik yang sangat menarik minatnya berulang – ulang.
2. Pervasive Developmental Disorder, not otherwise specified (PDD NOS)
Ini adalah istilah yang merujuk pada Atypical Autism, yaitu ketika seorang anak tidak menunjukkan gejala spektrum autisme yang spesifik seperti asperger, autis, rett syndrom, atau CDD. PDD Nos adalah diagnosa yang diberikan kepada seorang anak yang tidak memenuhi kriteria diagnostik keempat hal tersebut. Intensitas gangguan yang dialami anak – anak berbeda, ada yang hanya mengalami gangguan sosial saja, dan ada yang hanya mengalami gangguan belajar saja. Istilah ini diberikan jika anak menunjukkan beberapa gejala autistik namun tidak mengalami keseluruhan gejala untuk bisa didiagnosa sebagai golongan spektrum autistik lainnya.
3. Sindrom Autis
Istilah ini telah dikenal sejak lama, dan merupakan jenis gangguan yang lebih menyeluruh daripada sindrom Asperger ataupun PDD NOS. Dalam tipe ini, berbagai gangguan dan hambatan yang ada pada Asperger juga PDD NOS akan terlihat namun dalam tingkat yang lebih intensif.
4. Childhood Disintegrative Disorder (CDD)
Gangguan ini dikenal dengan istilah Infantile Autisme, adalah yang paling langka dan berat di antara spektrum autisme lainnya. Pada istilah ini menggambarkan anak yang tumbuh secara normal, lalu dengan cepat mulai kehilangan kemampuan mental, sosial dan bahasa, biasanya terjadi antara usia dua sampai empat tahun, selain itu anak – anak ini juga mulai menunjukkan kelainan seperti kejang.
Dulu para ahli masih menambahkan satu lagi istilah ke dalam spektrum autis yaitu Sindrom Rett , karena banyaknya ciri – ciri atau gejala yang menunjukkan kesamaan dengan autisme. Hanya saja, sindrom Rett berbeda dalam hal bahwa selain kehilangan kemampuan untuk melakukan berbagai kemampuan yang telah dimiliki, hal itu dibarengi pula dengan kehilangan kemampuan untuk menggunakan tangan, perkembangan yang menjadi melambat dan juga ada kecenderungan degeneratif sehingga pada akhirnya diketahui bahwa penyebab sindrom Rett sebagian besarnya adalah masalah genetis. Sindrom ini banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki – laki.
Gejala Anak Autis
Penting bagi orang tua untuk dapat mengenal apa saja ciri atau gejala yang dapat menunjukkan tanda – tanda autis pada anak. Gejala dan ciri datri autisme bisa terlihat dari beberapa hal yang lebih rinci, seperti berikut ini:
1. Gejala yang menyangkut interaksi dan komunikasi dalam bersosialisasi:
Tampak ada gangguan pada interaksi sosial dan kemampuan berkomunikasi yang meliputi kepekaan anak terhadap lingkungan sosial dan juga masalah dalam penggunaan bahasa verbal dan non verbal.
- Anak mengalami perkemnbangan bicara yang lamban atau tidak bisa bicara sama sekali.
- Tidak peka terhadap perasaan orang lain dan tidak pernah mengungkapkan emosi.
- Mempunyai kemampuan pendengaran normal, namun tidak merespon saat namanya dipanggil.
- Tidak mau dipeluk atau bermanja – manja dengan orang tua atau keluarga dekat lainnya.
- Menghindari kontak mata, minim kontak mata atau tidak mau melakukan kontak mata sama sekali.
- Jarang menggunakan bahasa tubuh untuk mengungkapkan maksudnya.
- Jarang berekspresi saat berkomunikasi.
- Kalau berbicara, menggunakan nada yang datar seperti robot.
- Hanya mau bicara saat meminta sesuatu, tidak mau bicara atau meneruskan obrolan.
- Sering mengulang kata – kata atau frasa favoritnya walaupun tidak mengerti makna dari perkataan tersebut secara tepat.
- Anak tidak memahami interaksi sosial yang umum, misalnya cara menyapa seseorang.
- Terlihat cenderung tidak memahami petunjuk sederhana atau instruksi sederhana.
2. Gejala dari Pola Perilaku
Kategori ini berupa hal yang meliputi keterbatasan pola pikir, perilaku, minat yang juga berupa pengulangan.
- Anak terlihat memiliki kelainan dalam pola gerakan, misalnya selalu berjalan dengan berjinjit.
- Anak tidak menyukai perubahan, ia lebih suka melakukan rutinitas yang telah dikenalnya.
- Tidak bisa diam.
- Anak sering melakukan gerakan repetitif atau berulang, misalnya mengayunkan tubuh ke depan dan ke belakang berulang – ulang.
- Cara bermainnya kurang imajinatif, misalnya ketika menyusun balok hanya berdasarkan ukuran dan warna, tidak berdasarkan pada mencoba berbagai bentuk yang berbeda.
- Pemilih terhadap makanan, misalkan ia hanya mau makan berdasarkan tekstur atau warna makanan yang disukainya.
- Sering terpaku pada kegiatan tertentu dengan fokus yang terlalu intens dan berlebihan.
- Sensitif terhadap cahaya, suara, dan sentuhan, tetapi kurang responsif terhadap rasa sakit.
Pada anak dengan autisme, umumnya juga terkena pengaruh atau menunjukkan gejala sindrom lain, seperti gangguan hiperaktif atau Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD), sindrom Tourette (mengalami kedutan berulang di area tubuh tertentu), gangguan obsesif kompulsif (OCD), depresi, mengalami gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan belajar, gangguan sensorik, dan gangguan bipolar.
Ciri Umum Anak Autis
Selain gejala diatas, ada beberapa ciri umum yang biasanya terlihat pada seorang anak dengan autisme. Ciri umum yang biasa terlihat pada anak dengan autisme tersebut adalah:
- Ada gangguan dalam kemampuan sosial – Anak dengan autisme akan berinteraksi secara berbeda dengan orang lain secara sosial. Bila gejalanya ringan, ciri – ciri yang tampak biasanya berupa kecanggungan ketika berhadapan dengan orang lain, sering mengeluarkan komentar yang menyinggung, tampak tidak nyaman dan terasing saat bersama orang lain. Tidak tertarik pada permainan bersama, berbagi dan bermain secara bergantian, dan tidak melakukan kontak mata.
- Sulit Berempati – Memahami perasaan orang lain adalah hal yang sulit bagi anak autis sehingga sulit juga untuk merasakan empati terhadap orang lain, termasuk mengenali bahasa tubuh atau intonasi suara. Anak lebih banyak membicarakan dirinya sendiri dan melakukan komunikasi satu arah. Kelak, kemampuan untuk berempati ini dapat dilatih sehingga anak bisa belajar untuk mengembangkan hal tersebut terhadap orang lain.
- Tidak Menyukai Kontak Fisik – Ketika anak lain senang disentuh dan dipeluk sebagai ungkapan kasih sayang, anak dengan autisme tidak. Mereka justru cenderung menghindari bentuk apapun yang berupa kontak fisik. Akan tetapi gejala ini tidak berlaku pada semua anak dengan autisme, karena masih ada sebagian anak yang senang melakkan kontak fisik dengan orang yang dekat dengannya.
- Sensitif – Anak dengan autisme tidak menyukai suara keras, beberapa aroma tertentu, dan cahaya terang. Juga perubahan suhu yang mendadak, karena mereka merasa terganggu. Bagi anak dengan autisme, semua hal itu menandakan perubahan yang mendadak yang tidak mereka sukai. Pada beberapa anak, mereka lebih menyukai jika diberi tahu terlebih dulu mengenai apa yang akan terjadi karena bisa mempersiapkan diri.
- Gangguan Bicara – Ciri autisme berikutnya juga bisa terlihat pada kemampuan bicara anak. Sekitar 40% dari anak yang mengalami autisme tidak dapat berbicara sama sekali atau hanya dapat menyebutkan beberapa kata saja. Lainnya bisa mengucapkan beberapa patah kata pada usia dua belas sampai delapan belas bulan, namun setelah itu mengalami stagnasi dalam kemampuan bicaranya. Sisanya baru bisa berbicara saat usianya sudah agak besar, dan semuanya berbicara dengan intonasi yang datar dan formal, juga menunjukkan echolalia yaitu suka mengulang kata atau frasa tertentu.
- Tindakan Berulang – Kepastian adalah sesuatu hal yang disukai anak autis sehingga mereka sangat menikmati untuk melakukan hal yang sama terus menerus. Perubahan pada rutinitas sehari – hari akan sangat mengganggu bagi anak autis.Ttindakan berulang yang mereka sukai bisa bervariasi. Hal ini disebut dengan stimulating activities atau stimming, dan biasanya menjadi obsesi bagi sang anak.
- Ketidak seimbangan perkembangan anak – Pada anak – anak biasanya proses perkembangan berjalan dengan seimbang antara satu aspek dengan aspek lainnya. Namun pada anak autis biasanya ia akan menunjukkan perkembangan yang pesat di satu sisi dan hambatan perkembangan di sisi lain. Misal, perkembangan bicara terhambat sementara perkembangan motorik sangat pesat.
Penyebab Autisme
Sayangnya pada saat ini penyebab autisme masih belum dapat diketahui secara pasti, namun ada dugaan mengenai beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu gangguan ini pada anak, yaitu:
- Jenis Kelamin – Diketahui bahwa pada anak laki – laki, resiko autisme meningkat sebanyak empat kali lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.
- Faktor Keturunan – Jika sebelumnya pernah memiliki anak dengan autisme atau kerabat yang mengidap autisme, ada resiko anak akan memiliki gangguan autisme yang sama. Resiko tersebut sebesar 1-20 kali lebih besar.
- Resiko Kehamilan – Jika pada kehamilan janin terpapar sesuatu seperti obat – obatan, minuman alkohol, terutama jika ibu menderita epilepsi dan mengonsumsi obat, anak bisa terlahir dengan autisme. Jenis obat yang dapat meningkatkan resiko autisme adalah valproic acid, yang biasa digunakan untuk mengatasi gangguan mood dan bipolar disorder, dan juga thalidomide yang biasa digunakan untuk mengatasi mual dan muntah selama kehamilan.
- Gangguan lainnya – Yaitu jika anak juga mengalami sindrom down, distrofi otot, neurofibromatosis, sindrom Tourette, Cerebral Palsy.
- Kelahiran Prematur – Anak yang lahir prematur khususnya pada masa kehamilan 26 minggu atau kurang, juga memiliki resiko mengalami autisme.
- Usia Orangtua – Resiko anak menderita autisme semakin besar jika usia orang tua juga semakin tinggi ketika mempunyai anak. Walaupun belum diketahui hubungan pastinya, beberapa peneliti menduga hal ini ada kaitannya dengan mutasi genetika.
- Perkembangan Otak Anak – Kelainan pada perkembangan otak anak yaitu pada area cerebral korteks dan cerebellum yang mengatur konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, serta ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin dan serotonin di otak.
Ada sejumlah dugaan yang belum terbukti kebenarannya mengenai beberapa penyebab autisme pada anak, seperti diet atau asupan makanan dan minuman, keracunan merkuri, perubahan saluran pencernaan, vitamin dan mineral yang tidak mampu dikelola tubuh dengan benar, dan akibat vaksinasi.
Mendiagnosa Autisme
Untuk mendiagnosa autisme, biasanya dilihat dari gejala yang ditunjukkan oleh anak dan melibatkan banyak ahli seperti psikiater anak, psikolog anak, ahli saraf anak, dokter spesialis anak, dan ahli terapi wicara. Mereka akan melakukan beberapa observasi secara mendalam kepada anak, yang bisa berlangsung dalam beberapa tahap. Karena otak manusia mempunyai susunan yang sangat rumit, sangat sulit memastikan penyebabnya dengan tepat. Tidak ada langkah pemeriksaan yang spesifik untuk mendiagnosa autisme secara akurat, namun ada beberapa jenis pemeriksaan yang mungkin dianjurkan:
- Pemeriksaan fisik – Yang diperiksa dalam tahap ini bukan hanya fisik anak, melainkan juga anggota keluarga dengan meneliti riwayat kesehatan serta ciri fisik lainnya untuk mengeliminasi kemungkinan adanya penyakit lain.
- Perkembangan kemampuan – Para ahli biasanya akan memantau perkembangan kemampuan anak dengan mengikuti sejumlah kegiatan agar aktivitas dan kemampuannya dapat diamati serta diperiksa secara seksama. Yang akan diperiksa biasanya meliputi kemampuan bicara, perilaku, pola pikir dan interaksi anak dengan orang lain.
Walaupun demikian, pemeriksaan ini belum tentu mampu menjamin hasil yang akurat dan pasti. Jika para ahli tidak dapat menemukan diagnosa yang tepat, ada kemungkinan anak akan dianjurkan untuk kembali diperiksa saat gejalanya makin terlihat atau jika sudah lebih besar.
Terapi Autis
Tidak ada obat yang dapat digunakan untuk menyembuhkan autisme, karena kelainan ini tergolong tidak dapat disembuhkan. Namun yang bisa dilakukan untuk anak dengan autisme adalah terapi untuk memperbaiki perilaku yang dirancang untuk memperbaiki gejala spesifik dan meningkatkan perkembangan anak secara signifikan. Tujuannya agar anak – anak dengan autisme kelak bisa menjalani kehidupan sehari – hari dengan mandiri. Terapi yang biasa dilakukan adalah:
- Terapi perilaku dan komunikasi, diperlukan agar penderita autisme dapat berkomunikasi dengan lebih mudah. Salah satu terapi perilaku yang sering dilakukan adalah Cognitive Behavioral Therapy atau terapi perilaku kognitif.
- Terapi keluarga, hal ini diperlukan agar orang tua atau keluarga dekat lainnya bisa mengetahui cara berkomunikasi yang tepat dengan penyandang autis. Terapi keluarga juga dapat menjadi jalan untuk masalah lain, misalnya menjadi cara mengatasi anak yang suka mencuri, cara mengatasi anak yang suka berbohong, dan cara efektif mengatasi trauma pada anak.
- Terapi psikologi, terapi ini dilakukan apabila anak dengan autisme juga menunjukkan gejala penyakit kejiwaan seperti depresi, gangguan kecemasan dan lainnya.
- Obat – obatan, yang walaupun tidak bisa menyembuhkan gejala autisme namun perlu diberikan dalam beberapa situasi tertentu seperti antidepresan untuk gangguan kecemasan, SSRI atau penghambat pelepasan selektif serotonin untuk depresi, melatonin untuk gangguan tidur, anti psikotik untuk perilaku yang agresif dan membahayakan, obat untuk gangguan pencernaan, terapi untuk menghilangkan logam berat dari dalam tubuh.
Pantangan Makanan Bagi Anak dengan Autisme
Walaupun masih ada pro dan kontra mengenai pantangan untuk anak autis, namun dalam beberapa kasus ada menunjukkan perbaikan bagi anak yang menjalani diet tertentu. Anak dengan autisme disarankan untuk menghindari makanan yang mengandung gluten dan kasein, keduanya adalah jenis makanan yang berbahaya untuk anak dengan autisme. Gluten yaitu protein dari gandum, dan kasein adalah protein dari susu. Dengan menjalani diet bebas gluten dan kasein serta memberikan makanan sehat untuk tumbuh kembang anak diyakini dapat memperbaiki gangguan pencernaan pada anak dan juga mengurangi gejala yang timbul.
Jika Anda termasuk orang tua yang sedang cemas karena menemukan perkembangan yang tidak biasa mengenai si kecil, sebaiknya tidak terburu – buru untuk menarik kesimpulan sendiri atau memberi label pada anak sesuai pengetahuan Anda saja. Yang terbaik memang segera usahakan untuk berkonsultasi dengan ahlinya. Namun sebelum itu, lakukan riset lebih dulu mengenai kondisi anak dan terapis atau ahli mana yang mempunyai rekomendasi baik dan yang bisa membuat orang tua serta anak merasa nyaman pada sesi konsultasi kelak.